Tampilkan postingan dengan label hidroponik. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label hidroponik. Tampilkan semua postingan

Selasa, 06 Januari 2015

Daur Ulang Rockwool



Rockwool...
Merupakan salah satu media yang umum digunakan dalam hidroponik. Media ini terbuat dari bebatuan alam seperti basalt dan kapur yang diolah dan dipintal menjadi serat serat yang porous sehingga memungkinkan sirkulasi air dan udara mejadi mudah. Kondisi inilah yang menyebabkan media yang satu ini menjadi paling efektif diunakan untuk media tanam dalam hidroponik. Mengapa? Karena dalam hidroponik nutrisi yang dibutuhkan oleh tanaman dilarutkan dalam air dan diaplikasikan tersistematis dan terus menerus pada media, sehingga media yang porous seperti rockwool ini sangat efektif dan efisien digunakan dalam hidroponik.

Sebagai media tanam, rockwool dapat digunakan dari sejak benih disemai hingga dipindahkan ke larutan nutrisi sesuai dengan sistem hidroponik yang digunakan. Prinsipnya, benih disemai pada rockwool hingga menghasilkan bibit siap tanam, kemudian bibit bibit tersebut dipindah ke sistem hidroponik baik itu NFT, wick, rakit apung atau aeroponik. 

Secara ekonomis rockwool tergolong media tanam yang mahal. Oleh karena itu sayang bila rockwool hanya digunakan untuk sekali pakai. Pada prinsipnya rockwool memang bisa dipakai kembali untuk menanam karena bahan dasar media ini tidak mudah rusak, paling hanya hancur bentuknya selepas dipakai untuk menanam, sehingga banyak orang malas untuk menggunakan kembali rockwool yang telah dipakai untuk menanam karena bentuknya yang hancur dan tidak enak dipandang. Selain itu juga sering masih tertinggal akar akar tanaman pada sela sela/pori pori rockwool. Melihat kondisi ini, iseng iseng saya mecoba membuat daur ulang rockwool agar bisa digunakan kembali dengan mencetak ulang pada cetakan cetakan sederhana agar bentuknya lebih enak dipandang dan gampang digunakan. 

Langkah pertama yang dilakukan adalah mengumpulkan sisa sisa rockwool yang telah dipakai untuk menanam. Setelah itu rendam dalam air bersih selama beberapa menit. Langkah selanjutnya adalah pilahkan dan buang sisa sisa akar yang terkadang masih tersangkut pada sela sela rockwool hingga bersih. Hal ini dilakukan untuk menghindari tertinggalnya jamur dan bakteri yang kemungkinan ada dalam sisa sisa akar tanaman (catatan: lebih baik menggunakan sisa rockwool bekas tanaman tanaman yang sehat, rockwool bekas untuk menanam tanaman yang pernah terkena penyakit misalnya layu bakteri, layu fusarium, busuk pangkal batang/gummy stem blight dll sebaiknya dimusnahkan atau tidak digunakan kembali karena berpotensi menularkan penyakit).

Setelah rockwool bersih dari sisa sisa akar tanaman mulailah menghancurkan rockwool tersebut dengan meremas remas atau memisah misahkan serat serat rockwool hingga benar benar hancur atau lembut seperti bubur. Setelah itu saring dan pindahkan ke wadah yang bersih sambil diperas agar airnya keluar. Rendam lagi dengan air panas hingga air menjadi dingin sambil diaduk aduk. Perendaman dengan air panas bertujuan untuk membunuh bakteri dan jamur yang kemungkinan masih ada pada rockwool (akan lebih baik apabila direbus sebentar hingga mendidih lalu didinginkan).  
Dok. Arrum: skema daur ulang rockwool
Langkah selanjutnya adalah menyiapkan cetakan untuk membentuk rockwool agar mudah digunakan. Saya mencoba dengan menggunakan cetakan sederhana yakni menggunkan cetakan bekas es krim (sekalian memanfaatkan barang bekas) yang sebelumnya dilubangi bagian bawahnya (untuk mengeluarkan air dari rockwool). Mungkin juga  bisa dibentuk dengan bentuk-bentuk lain sesuai dengan selera. Setelah itu bubur rockwool yang telah dingin dapat dituang pada cetakan yang telah disiapkan. Tekan tekan dengan tangan agar air keluar dari lubang lubang cetakan. Padatkan hingga air tidak lagi menetes dari lubang cetakan. Kemudian setelah terlihat keras dan tidak lagi menetes airnya keluarkan rockwool dari cetakan. Jemur rockwool yang telah dicetak dibawah terik matahari. Jemur hingga kering sekitar 2 atau 3 hari terhantung tebal tipis cetakan dan tergantung cuaca saat menjemur. Tujuan menjemur hingga kering adalah agar rockwool daur ulang ini dapat disimpan kembali bila tidak langsung digunakan. Sampai pada langkah ini rockwool daur sudah jadi dan siap digunakan untuk menanam lagi. Mudah kan?

Catatan: Ide ini tercipta saat lagi kurang kerjaan plus sayang mau membuang barang-barang bekas yang masih bisa dipakai (niat mau irit), hehe... Dan ide ini masih jauh dari kesempurnaan, masukan kritik dan saran yang membangun sangat saya harapkan dari para pembaca. 

Selamat mencoba!!!

Sabtu, 27 Desember 2014

Perspektif: Menyemai Benih untuk Pengetesan Daya Tumbuh, untuk Ditanam di Lahan dan untuk Ditanam Sistem Hidroponik



Membuat semaian benih untuk tes uji daya tumbuh, untuk ditanam di lahan dan untuk ditanam dengan sistem hidroponik itu memiliki cara dan metode yang berbeda. Sebagai orang yang pernah bekerja sebagai quality control dengan pekerjaan utama mengetes daya tumbuh benih saya dapat merasakan perbedaan ketiga hal di atas. 

Menyemai untuk pengetesan daya tumbuh ternyata dapat dikerjakan dengan mudah. Mengapa? Karena sudah ada SOP nya dengan sangat jelas dan kita yang melakukan tinggal nyontek saja, tak perlu berinovasi karena ini dapat menyalahi aturan (tentu saja ini kurang menyenangkan bagi orang-orang kreatif). Dalam aturan tidak ada keharusan untuk menghasilkan semaian yang bagus, karena tujuannya hanya untuk pengetesan. Yang penting kita memperlakukan si benih sesuai SOP lalu melihat kemampuan si benih untuk tumbuh itu seperti apa. Asalkan benih tumbuh memenuhi kriteria normal utuh tidak cacat dan tidak busuk akan dianggap sebagi benih normal yang masuk sebagai data daya tumbuh benih, tak peduli itu benih etiolasi atau tidak karena etiolasi tidak masuk dalam benih abnormal (dalam lingkup pengetesan). 

Ketika saya sedang melakukan pengetesan, saya pun sering merasa tanpa ada beban. Prinsip saya, saya harus melakukan sesuai dengan prosedur, misalnya sampel harus acak, kondisi alat dan wadah yang digunakan harus dalam kondisi semirip mungkin antara satu ulangan dengan ulangan lain, harus diletakkan pada tempat yang sama, kondisi air juga harus sama, jumlah sampel harus sama dan sebagainya dalam tiap-tiap perulangan atau sampel yang saya tes. Cara menyemai pun juga harus mengikut SOP misal dengan metoda penggunaan kertas atau metode "Between Paper" (benih disemai dalam kertas yang digulung), dengan metode semai diatas kertas atau metode "Top Paper" (menggunakan kertas saring dan benih disemai diatas kertas saring basah yang diletakkan dalam cawan petri) dan dalam media pasir steril atau metode "Sand". Jadi cukup mudah bagi saya, karena sudah ada panduannya. Yang sulit adalah bagaimana kita harus bekerja konsisten untuk tiap-tiap ulangan dari sampel yang dites, agar perbedaan antar ulangan tidak melebihi batas toleransi yang ditetapkan oleh ISTA (International Seed Testing Association). Itu saja.

Dibandingkan dengan menyemai untuk pengetesan daya tumbuh, menyemai benih untuk ditanam di lahan pada dasarnya tidak mudah. Mengapa? Yang pertama jelas karena tidak ada SOP nya. Siapa yang berani mengklaim SOP penyemaian benih untuk ditanam di lahan? Pernah suatu ketika saya marah sama customer saat menanyakan tentang SOP menyemai benih pepaya (saat saya masih bekerja di suatu perusahaan benih). Si customer mendesak diberi tau SOP untuk menyemai benih pepaya. Saya bilang SOP apa? Dan SOP keluaran siapa? Hukum keberhasilan menyemai di lahan berdasar pada hukum alam dan kemampuan seseorang dalam menyemai. Tidak bisa distandarkan dengan SOP. Karena lingkungan berpengaruh dalam penyemaian. Di daerah A yang panas tentu harus diperlakukan beda dengan daerah B yang dingin, misalnya. Apabila dia minta SOP yang saya pakai untuk mengetes tentu saja tidak bisa diterapkan di lahan, karena SOP tersebut fungsinya untuk pengetesan. Sementara itu dalam pengetesan benih, faktor seperti suhu, cahaya dan kelembaban ruang untuk menyemai harus trekontrol oleh alat yang salah satunya dapat menggunakan mesin germinator. La kalau mau pakai SOP yang saya pakai, musti punya alat yang sama bukan? Makanya saya tidak mau memberikan SOP yang saya pakai untuk pengetesan, karena jelas tidak bisa diterapkan di lahan, yang bisa saya kasih adalah contoh cara-cara alternatif untuk menyemai benih (waktu itu dia minta benih pepaya) yang biasa dipakai oleh banyak orang dan telah berhasil. 

Benih disemai dalam cawan petri dengan metode Top Paper untuk pengetesan daya tumbuh
Benih disemai dalam kertas dengan metode Between Paper
Kembali lagi tentang menyemai benih untuk ditanam di lahan. Bagaimana dengan alasan kedua, mengapa tidak mudah menyemai untuk ditanam di lahan? Karena dengan adanya alasan pertama menyebabkan kita dituntut untuk banyak banyak mencoba untuk mendapatkan cara yang pas. Bukan berarti teori menyemai itu gak terpakai sama sekali sie, tapi kita dituntut lebih banyak eksperimen ketimbang sekedar mempraktikkan teori. Jadi kepekaan terhadap lingkungan, insting, kemauan, perhatian serta keseriusan dalam menyemai menjadi kunci utama keberhasilan menyemai. Kalau baru praktik sekali atau dua kali tentunya belumlah bisa mengenal lebih jauh trik trik menyemai terutama untuk benih yang harus diperlakukan secara khusus pada saat menyemainya, misalnya untuk benih yang bermasalah, benih dengan biji keras, benih dengan ukuran sangat kecil, atau benih yang tidak biasa ditanam di daerah kita yang nantinya butuh adaptasi dan sebagainya. Intinya butuh banyak praktik. Itu lah yang menjadi alasan kenapa saya bilang lebih sulit.

Benih disemai dalam tray dengan tanah, kompos dan cocopeat




Benih disemai dalam rockwool untuk hidroponik






Lalu, menyemai benih yang akan ditanam secara hidroponik juga sama susahnya dengan menyemai benih yang ditanam di lahan. Alasannya sama. Tidak ada SOP dan kita musti coba-coba untuk mendapatkan cara yang pas. Bedanya, kalau benih yang disemai untuk hidroponik menggunakan media yang tidak sama dengan benih yang disemai untuk ditanam di lahan. Media semaian untuk hidroponik berbahan non tanah yang notabenenya adalah bahan-bahan yang tidak menyediakan unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman misalnya, rockwool, cocopeat, sekam bakar steril, spons, kapas, perlit dll. Sementara media semaian untuk bibit yang akan ditanam di lahan berupa tanah yang dicampur dengan bahan organik ataupun non organik yang di dalamnya telah menyediakan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman misalnya kompos, pupuk kandang atau humus. Yang musti dipegang dalam menyemai benih untuk ditanam di lahan atau ditanam dengan hidroponik adalah prinsip menghasilkan bibit yang baik, normal, sehat dan vigor yang juga tidak etiolasi serta diusahakan tidak terserang penyakit.

Nilai plus yang saya dapat dari menyemai yang dipersiapkan untuk ditanam di lahan atau untuk ditanam secara hidroponik adalah bahwa saya jadi merasa bisa belajar dengan adanya kebebasan dalam menentukan cara dan trik trik menyemai benih. Selain itu bisa berinovasi dan mengenali karakter tiap-tiap benih selama masa pertumbuhan dan perkembangannya. 

Menyemai benih untuk ditanam di lahan sudah biasa saya lakukan, sedangkan menyemai benih untuk berhidroponik adalah metode menyemai yang baru mulai saya praktikkan. Jadi saya pun musti banyak belajar untuk mengetahui bagaimana berbagai macam benih harus diperlakukan saat disemai, agar menghasilkan bibit yang baik untuk ditanam dengan hidroponik.

Selasa, 23 Desember 2014

Hidroponik: Pertanian Alternatif (untuk rumah tangga mandiri)



Selepas mengikuti pelatihan hidroponik tanggal 21 Desember 2014 kemarin di Salatiga, akhirnya saya mendapat pencerahan bahwa memang ada benarnya bahwa hidroponik ini dapat dijadikan alternatif untuk menyumbangkan ketahanan pangan setidaknya untuk skala rumah tangga. Disaat harga bahan pokok meningkat yang diikuti juga kenaikan harga-harga lain seperti sayur mayur, buah buahan dan kebutuhan lainya, maka sebagai ibu rumah haruslah kreatif untuk mempertahankan dapur tetap mengepul. 

Ada yang berpendapat saat harga-harga mahal lebih efisien kalau membeli sayur mateng dan akan jauh lebih hemat, tidak perlu beli minyak goreng, bumbu dapur, irit gas, gak capek, gak repot, dan dapur gak kotor. Tapi tidak menurut saya. Saya pernah membandingkan ketika saya membeli sayur matang, maka memasak sendiri tetap jauh lebih hemat. Memang untuk membeli garam harus satu bungkus, tapi bisa dipakai 2 bulan lebih. Minyak goreng juga beli harus 1 literan minim, tapi kalau saya bisa dipakai 2 minggu. Beli gas juga harus satu tabung minim 3 kg yang bisa saya gunakan 2 minggu. Gula atau bumbu dapur lain tentu sekali beli tidak langsung habis, bisa dipakai untuk beberapa kali memasak. Lalu ketika kita masak sendiri sekali masak bisa dipakai untuk 2 kali makan, misal makan pagi bisa bikin sayur untuk skalian makan siang. Nanti malamnya bikin yang sekali makan, kayak cap cai, tumis sayur atau sop dll. Jadi walau makan 3 kali kita masih bikinnya 2 kali, masih hemat waktu dan hemat tenaga. Bersih dan sehat pula. Sementara kalau beli sayur matang dari warung tentu harus dipakai sekali makan, karena kita gak tau itu sayur dimasak kapan, yang kadang sudah dimasak malam sebelumnya. Tak hanya itu, satu porsi makan bila kita membeli jatuhnya bisa dua kali lipatnya bila kita masak sendiri, bandingannya ni ya, kalau saya beli telur metah paling jatuhnya hanya 1100-1200 per butir tapi kalau beli mateng telur jenis yang sama dihargai 2500 rupiah. Jauh kan, masak iya kalau kita pakai bumbu harga bisa melebihi harga dasar lauk yang diolah. Jadi tetap lebih hemat memasak sendiri menurut saya. 

Kembali lagi ke hidroponik.

Kreatifitas hidroponik yang tergolong kegiatan pertanian ternyata bisa dilakukan skala rumahan dengan kondisi lahan terbatas. Itulah nilai plus yang dimiliki oleh hidroponik, yang mana setiap orang bisa dan boleh melakukannya, tidak seperti kegiatan pertanian lainnya. Tak harus nunggu dapat warisan sawah, tak harus beli kebun dulu, tidak harus nunggu punya hektaran lahan untuk membuat greenhouse yang berstandar tinggi, tapi dihalaman rumah di dapur bahkan dikamar pun dapat diterapkan hidroponik. Karena hidroponik tidak menggunakan tanah tidak memakan tempat dan tidak menyita waktu dan tenaga khusus untuk merawat sebuah tanaman. Konon saat berhidroponik pun masih bisa dilakukan dengan keadaan bermake-up yang cantik tanpa harus takut keluar keringat (kata pemberi materi Bp. Heru Agus Hendra owner Paktani Hydrofarm).     

Dengan hidroponik diharapkan setiap pelaku bisa memetik hasil panen yang sehat yang aman minimal untuk dikonsumsi sendiri. Produk hasil hidroponik juga aman bagi lingkungan karena pupuk yang diaplikasikan ke tanaman tidak meninggalkan residu yang berbahaya untuk tanah, karena nutrisi dalam pupuk hidroponik akan terserap secara keseluruhan oleh tanaman. Pada hidroponik yang diterapkan dirumah tidak membutuhkan pestisida kimia, cukup dengan pestisida alami yang dapat dibuat sendiri dari ekstrak-ekstrak daun/tanaman, sehingga aman konsumsi bagi siapa saja.
Dok. Arrum: hidroponik sistem wick
Keuntungan lain dari berhidroponik di rumah, bahwa dengan berhidroponik dapat meminimalisir ketergantungan pasar dalam mengkonsumsi sayur. Dengan memanfaatkan kaleng bekas, botol minuman bekas, plastik bekas dll pehidroponik bisa menanam berbagai jenis sayur di rumah. Tak hanya itu, selain tidak lagi tergantung dengan pasar pehidroponik yang semakin cinta dan hobi dengan hidroponik justru memungkinkan terjun ke pasar untuk memasarkan produk hidroponiknya. Itu yang menjadi iming-iming besar bagi pehidroponik.

Saya sendiri akhirnya menjadi kepengen dan kepengen untuk segera mempraktekkan berhidroponikria hasil pelatihan kemaren. Karena dalam berhidroponik menjanjikan bahwa kita nantinya akan lebih mencintai produk sehat dan aman buatan sendiri, mencintai produk yang berkualitas karena kita sendiri yang mengolah dan tau kualitas yang seperti apa yang kita butuhkan. Selain itu, hal ini juga dapat mengurangi beban pemerintah dalam mempertahankan stock pangan nasional bila banyak orang akhirnya mandiri dalam mencukupi kebutuhannya...(haha..tapi mungkin gak ya?).

Yang jelas, adanya panenan sendiri ini setidaknya akan menjaga ketahan pangan dalam suatu keluarga di saat pangan yang tersedia di pasaran mahal dan belum tentu terjaga keamanannya. Mengkonsumsi tanaman yang dihasilkan sendiri selain lebih memuaskan tentuanya kita akan mantab bahwa yang kita makan tersebut aman karena kita tau bagaimana proses pertumbuhan dan perkembangannya.  

Minggu, 21 Desember 2014

Workshop Hidroponik Salatiga: "Bertanam dengan bersih, Bertanam dengan modern, Bertanam dengan hidroponik"


Mengikuti pelatihan hidroponik di Salatiga hari ini cukup merefresh ilmu pertanian saya yang ternyata masik cetek. Pelatihan hidroponik yang berjargon "Bertanam dengan bersih, Bertanam dengan modern, bertanam dengan hidroponik" ini diringkas dalam sesi penyampaian materi dan sesi praktik/demonstrasi berhidroponik. Pelatihan yang dimotori oleh Komunitas Hidroponik Salatiga (KHS3) ini berlangsung dari pukul 09.00 WIB hingga 16.00 WIB. Selain HKS3, pelatihan ini turut didukung oleh Dinas Pertanian dan Perikanan kota Salatiga, The Farmer (Pak Tani Hydrofarm) dan Komunitas Hidroponik Jateng. Acara ini diikuti kuranglebih 50 peserta dari berbagai daerah seperti Boyolali, Tengaran, Magelang, Ungaran, Semarang, Kudus dan tentunya dari Salatiga.

Hidroponik Sebagai Jawaban Kebutuhan Pangan Masa Depan”, inilah tema materi yang disampaikan oleh Pak Tani Hidrofarm pada workshop yang diadakan oleh Komunitas Hidroponik Salatiga (KHS3) hari ini (21/12/14). Dalam pengantarnya, Heru Agus Hendra selaku owner Pak Tani Hidrofarm menyampaikan gagasan mengenai sistem pertanian hidroponik yang merupakan salah satu solusi untuk menguatkan ketahanan pangan ketika nasib pertanian konvensional saat ini mulai bergeser seiring keengganan generasi muda dalam menjalankan roda pertanian yang berkonotasi – sawah – kotor – panas – capek dan sebagainya. Meskipun hidroponik bukanlah suatu keharusan, sistem bercocok tanam tanpa tanah ini dianggap mampu memberikan kontribusi yang cukup nyata di bidang pertanian, bila ditangani secara serius. Digambarkan, bahwa hasil pertanian dengan sistem hidroponik memiliki kualitas yang baik sehingga memiliki peluang pasar yang luas baik pasar lokal maupun pasar luar negeri.

Materi workshop disampaikan sembari menunjukkan beberapa contoh tanaman dan model sistem hidroponik secara langsung yang kemudian disampaikan lebih mendetail dalam sesi praktik/demonstrasi. Materi yang disampaikan diantaranya pengenalan teknik hidroponik (teknik aliran/nutrisi bergerak dan teknik statis/nutrisi diam), pengenalan sistem hidroponik (rakit apung, NFT, fertigasi, wick sistem, aeroponik dan beberapa sistem modifikasi ala Pak Tani Hydrofarm), pengenalan nutrisi hidroponik beserta cara aplikasinya dan sedikit gambaran mengenai peluang bisnis hidroponik. 

Selama workshop berlangsung, peserta digiring untuk aktif menanyakan hal yang berkaitan dengan hidroponik sehingga dapat menghidupkan suasana workshop. Para peserta pun tak segan menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan serba serbi hidroponik. Antusias para peserta inilah yang menyebabkan workshop menjadi terasa singkat walau telah berjalan beberapa jam. 

Sesi praktik dan demonstrasi dilakukan setelah sesi materi selesai. Pada sesi ini peserta diajak untuk praktik langsung pada pembuatan larutan nutrisi siap pakai, penyemaian benih, pengenalan media untuk penyemaian benih dan pengenalan macam macam sistem hidroponik yang disampaikan oleh anggota Komunitas Hidroponik Salatiga selaku panitia pelaksana. Di penghujung acara ditutup dengan sesi pengenalan beberapa anggota komunitas yang menyediakan sarana prasarana hidroponik dan pembagian beberapa benih tanaman untuk dicoba oleh peserta di rumah masing-masing.

Salatiga, 21 Desember 2014

Galeri

Galeri
Eastern Rise (F1-Hybrid produk PT Known You Seed)