Jumat, 25 Desember 2015

Sedikit Tentang Eucharis

Menyukai tanaman, bisa menjadi terapi terbaik saat tubuh dan pikiran mengalami stress oleh aktivitas harian yang padat, monoton, sekaligus membosankan. Saya sendiri sudah membuktikan beberapa hari terakhir, saat saya pulang ke rumah dalam rangka liburan. Di sinilah, di rumah ibu saya, saya bisa menjumpai koleksi tanaman-tanaman milik ibu yang sebenarnya tidak begitu wah, tidak begitu mahal, dan sudah umum di pasaran. Bahkan banyak tanaman yang ada di sini juga dimiliki oleh banyak orang di luar sana, mungkin Anda salah satunya.

Artinya, tidak ada tanaman spesial yang langka dan mahal yang ada di sini. Kalo yang saya lihat mungkin hanya gelombang cinta yang dulu pernah bernilai jutaan rupian yang mungkin bisa dibilang mahal. Ah tapi sekarang anthurium macam gelombang cinta ini sudah murah. Hampir tiap kali saya bertamu ke rumah teman selalu ada tanaman ini. It means, gelombang cinta sudah tidak istimewa lagi. Eh, yang punya ibu kayaknya dulu juga saya yang beli. Dan sekarang sudah gede. Hhheeeewww!

Jadi, ceritanya liburan kali ini saya benar-benar bisa merasakan kembali hawa sejuk di rumah, dengan berbagai macam tanaman yang sederhana, yang tetap bisa menghijaukan hati dan pikiran, dan bisa membuka mata saya bahwa saya masih dikaruniai kesempatan untuk menikmati ciptaan Tuhan yang Mahasempurna ini. Itu benar-benar saya rasakan karena saya punya pembanding, di mana selama ini saya tinggal di suatu tempat, dengan halaman mungil, dan kebetulan hak kelolanya bukan milik saya sepenuhnya sehingga saya tidak bisa apa-apa atas halaman itu. Yang intinya halaman itu tidak bisa saya apa-apain, tidak bisa saya tanam-tanami tanaman yang bisa sekedar menghijaukan rumah. Bukan apa-apa, cuma takut salah saja. Jadilah halaman tempat tinggal saya cuma ada palem botol, rambutan, beringin sama kedondong peninggalan yang punya rumah kontrakan yang sering saya lihat antara hidup segan mati tak mau. Dan jadilah saya tidak bisa menikmati hawa sejuk di tempat perantauan saya itu. Maksud saya, kurang sejuk, tidak seperti yang saya inginkan.  

Di antara beberapa tanaman yang ada di rumah, ada yang namanya Eucharis. Ini sebenarnya sudah lama ada di rumah. Sering lihat dia berbunga. Tapi sering tidak saya gagas selama ini. Maksud saya sering saya abaikan keberadaannya. Ya, itu karena kemarin-kemarin saya punya kesibukan tingkat dewa, jadi karyawan sekaligus ibu rumah tangga yang banyak kegiatan dan banyak pikiran, jadi yang sejuk-sejuk di mata macam ini secara tidak sengaja tidak sempat mampir di pikiran atau bahkan pandangan saya. Dan ketika sekarang saya sudah tidak terlalu sibuk, keberadaan si Eucharis di rumah jadi sedikit mengundang perhatian  saya. Kebetulan sekali pas dia berbunga. Pikiran saya serta merta langsung tertuju pada guru multiinformasi saya di internet – yes, beliau yang bernama Google. Saya langsung kepoin guru saya itu agar beliaunya mau membocorkan informasi tentang Eucharis candida saya. Hasilnya?

Sejauh ini Eucharis hanya dimanfaatkan sebagai tanaman hias. Bisa dinikmati dalam pot maupun sebagai karangan bunga. Salah satu anggota dari family Amaryllidaceae ini memiliki ciri panjang daun bervariasi mencapai 55 cm dan lebar bervariasi hingga 20 cm. Bunga dengan tangkai yang panjang (bisa mencapai 80 cm dari bulb) seperti tanaman amarilis lainnya muncul menyerupai umbel (payung) dengan ruas-ruas/tangkai pendek sekitar 8 sampai 10 bunga. Bunga-bunga itu mekar satu persatu dan tiap bunga bertahan hingga 3 sampai 4 hari. Bunga memiliki kelopak yang besar berwarna putih dan memiliki mahkota di tengah berbentuk cup berwarna hijau. Putik berada di tengah sementara benang sari keluar dari ujuang mahkota sebanyak 6 tangkai sari dengan polen berwarna putih dan berubah menjadi keabu-abuan setelah masak. Eucharis ini bisa diperbanyak dengan umbi dengan cara seperti menanam bawang merah.  

Nah, setelah kepo-kepo dikit ke guru privat online saya, waktunya saya aplot coretan-coretan saya itu di sini. Biar gak ilang dan bisa dibaca-baca ulang kapan saja dan di mana saja. Oke?


Gitu aja! Trims ya, udah baca…

Eucharis candida

Jumat, 29 Mei 2015

MINI STROBI

Aktifitas bergaul dengan tanaman tanaman semakin asyik saja saya rasakan. Akhir akhir ini saya menikmati pagi dengan mondar mandir menengok bayi bayi strawberry yang lebih dari sebulan lalu saya semai. Orang lain pada umumnya menyibukkan diri dengan mengeja koran pagi sembari menyeruput teh hangat ketika matahari menyingsing. Berhubung saya tak pernah langganan koran pagi jadi saya harus mencari kesibukan lain yang tak kalah menarik dari orang lain pada umumnya. Alhasil tanaman tanaman itulah yang menjadi teman ngobrol saya di sela sela aktifitas lain di pagi hari. Selain berolahraga mata aktifitas saya yang satu ini juga bermanfaat dalam menyegarkan ingatan akan beberapa ilmu yang pernah saya dapatkan. Biar tak mudah lupa bagaiamana merawat tanaman tentunya.

Pagi ini saya menyambangi lagi beberapa bayi strawberry yang kini berumur 41 harian. Rasa senang dan bangga tidak bisa membohongi perasaan saya. Betul, saya senang bukan main melihat kehidupan lain di sekitaran saya. Yang lebih membanggakan lagi karena saya turut andil membantu perjalanan kehidupannya. Ini adalah kali pertama saya menanam strawberry dari biji.

Saya melihat langsung bagaimana proses mereka berjuang menaklukkan alam untuk menumbuhkan bagian demi bagian tubuhnya. Suatu kerhormatan tak terkira buat saya. Ibarat seorang ibu sedang mendampingi anak perempuannya melahirkan anak pertama. Haru, tegang, senang dan bangga campur aduk jadi satu kayak adonan bakwan (heh). Saya pun merasa demikian (lebay).

Pangkal dari perjalanan ini dimulai sekitar pertengahan bulan lalu. Bulan 4 dimana saya mendapatkan kado ulang tahun dari suami saya berupa 2 pack benih jebolan PT. Known You Seed (biasanya dia ngasih berpack pack benih untuk saya jual lagi, jadi ini kado atau apa sih, gak niat banget). Satu diantara dua pack benih itu adalah benih strawberry dan yang lain adalah benih asparagus.

Sebagai ucapan terimakasih sekaligus tanda sayang saya pada suami, saya segera menyemai benih benih tersebut dalam limbah gelas aq*a. Pikir saya, segera memanfaatkan (dalam kerangkan positif) sebuah pemberian akan lebih cepat menambahkan pundi pundi pahala bagi si pemberi (halah, ini mungkin cuma pikiran tolol saya). Jadilah saya secepat mungkin beraksi dengan menata bekas gelas aq*a tersebut dalam nampan tua yang saya ambil di dapur. Pada setiap gelas, saya tuangi dengan beberapa sendok arang sekam yang dicampur dengan remukan akar pakis. Seketika saya merasa berada pada tahun 1990, dimana saya sedang berjongkok di halaman rumah dan bermain masak masak dengan anak anak tetangga saya. Tanah, batang pohon pisang, sulur benalu, juga daun kembang sepatu pura pura saya jadikan bahan masak masakan. Duh sekarang kemana ya teman teman saya itu. Miss you all…

Selapas berkutat dengan momentum drama masak masak itu saya kembali merapikan gelas gelas aq*a yang telah diisi dengan media arang sekam dan akar pakis. Media harus dibasahi dulu hingga jenuh dengan air bersih. Saya memastikan agar media basah kuyup kayak tikus kecemplung kolam tetangga (habis lah kau). Barulah saya teruskan mengisi sebutir biji strawberry pada masing masing gelas aq*ua. Lalu, kembali saya ulangi adegan mengguyur media dalam gelas aq*a hingga basah kuyup.

Berhari hari saya menunggu benih benih dalam limbah gelas plastik itu memunculkan tanda tanda kehidupan. Hampir setiap hari saya menengok barang semenit atau sepuluh menit untuk memastikan keajaiban yang saya nantikan. Bertubi tubi doa saya panjatkan, beribu ribu support saya bagikan agar benih benih itu mau tumbuh dan menjadi anak adopsi saya. Saya merengek pada Tuhan, membanjiri doa doa saya dengan air mata, semata mata agar keinginan saya terkabul. Tak lain tak bukan agar ditumbuhkanlah bayi bayi strawberry mungil dari limbah gelas plastik saya.

Bak gurun pasir kering yang akhirnya diterpa hujan, saya senang sekali saat penantian saya terbayar dengan rasa puas ketika ekor mungil tampak keluar menembus dinding kulit si benih. Rasa haru campur rasa girang tak terelakkan. “Ekor keluar…ekor keluar” teriak saya sambil melonjak lonjak, tapi langsung saya tutup mulut dengan tepukan kedua telapak tangan, melirik tetangga barangkali ada yang khilaf melihat adegan itu. Buru buru saya taburi ekor ekor benih yang menyebul ke permukaan media dengan sedikit arang sekam. Saya biarkan mereka bersembunyi untuk sementara waktu. Tak lupa saya berikan siraman air sedikit demi sedikit agar kebutuhan jasmani dan rohani mereka terpenuhi.

Beberapa hari setelahnya, benih strawberry itu resmi tumbuh menjadi bayi strawberry yang mungil. Ekor yang sebelumnya menyembul dari sisi dinding kulit kini berubah menjadi akar. Sungut sungut yang keluar dari pangkal ekor berubah menjadi tunas baru. Dua daun semu muncul di ujung tunas itu. Saya makin girang lantas membawa nampan tua yang berisi limbah gelas plastik dengan bayi bayi straberry itu ke tembok pagar di luar rumah. Saya biarkan mereka berjemur sambil menikmati alunan angin yang bernyanyi di antara laimbaian daun nyiur di kebun tentangga.

Kurang lebih seminggu setelah bayi bayi itu resmi lahir saya mulai membuat hajatan kecil kecilan dengan menyematkan nama bagi mereka, MINI STROBI. Ya, saya suka nama itu. Hari itu sekaligus ditandai oleh munculnya salah satu daun sejati diantara dua daun semu yang lebih dulu muncul. Sebagai hadiahnya, saya mulai memberinya jus AB mix low ppm (saya pinjam dari bahasa planet agromania). Dan belasan mini strobi dari 28 benih yang saya tumbuhkan tampak berjajar rapi menanti suapan jus dari saya. Bangganya…

Hari demi hari berlalu. Bayi mini strobi mulai tumbuh degan aktifnya. Beberapa daun sejati dengan jari jari yang meruncing kian lincah menari nari saat diterpa angin. Tangkai jari jari tangan mini strobi memanjang berwarna merah cerah, menambah semarak berpadu dengan hijaunya daun yang menjari itu. Mereka tampak sehat wal afiat, pikir saya.

Tapi, seiring dengan tingkat kedewasaannya, bayi bayi itu mulai memunculkan daya pikat yang dahsyat. Berulangkali tentara tentara bersayap datang berkunjung. Mereka merayu bayi bayi strobi saya untuk dijadikan putri kerajaan di istana mereka. Beberapa daun luluh dan ikut bersama tentara tetara bersayap itu, tanpa mereka tau bahwa sebenarnya mereka tak akan pernah dijadikan putri kerajaan melainkan menjadi santapan makan siang para tentara bersayap. Saya terlambat menyelamatkan mereka.

Saya terpaku, meratapi kesedihan. Nasi telah menjadi ubur ubur, eh bubur ding. Dan bubur pun tak lagi memukau di lidah. Pahit. Sama pahitnya dengan kenyataan yang saya alami saat ini. Kini belasan strobi itu telah menyusut menjadi delapan batang saja. Saya dekati mereka. Saya tatapi lekat lekat. Bicara pada mereka dari hati ke hati, apa yang bisa saya lakukan untuk membuat mereka hidup tenang dan nyaman hingga mereka benar benar dewasa dan bisa hidup meliar di sengitnya persaingan belantara ini. Yang saat itu bisa saya lepaskan dan hidup mandiri dengan beranak pinak, dengan bersanak saudara atau dengan berhandai taulan.

“Sayangku, manisku, mini strobiku, baik baiklah di peraduanmu. Aku akan bantu sekuat tenaga untuk menjauhkanmu dari pasukan tentara bersayap. Kamu harus survive, kamu harus tangguh dan kuat, hingga kamu buahkan butir butir strawberry yang merah merona suatu saat nanti. I love you all…”

Mereka berkedip…(eh, mata saya ding yang kelilipan) keh keh keh…
           
DOK. ARRUM


   


Kamis, 05 Maret 2015

Srikaya: Favorit Ibu Saya

Buah srikaya akhir-akhir ini marak di kalangan pecinta tanaman buah dalam pot (tabulampot). Kalau dulu hanya dikenal buah srikaya lokal kini buah srikaya banyak macamnya. Ada yang bilang impor, ada yang bilang hasil persilangan ada juga yang bilang hasil eksplorasi dari daerah daerah pedalaman. Terlihat pula buah srikaya sekarang bisa kita jumpai yang ukurannya jumbo, atau yang kulitnya lebih liat dan tidak mudah rapuh. Tapi bukan itu yang saya soroti. Saya melihat tanaman srikaya kini sangat mudah tumbuh dimana mana (srikaya lokal). Bahkan bijinya cukup mudah ditumbuhkan. Asal buah sudah tua atau matang di pohon biasanya bijinya mudah tumbuh menjadi tanaman baru. Sifat tanamannya juga cukup stabil atau tidak mudah berubah. Beda dengan mangga atau rambutan yang kadang setelah beberapa periode berbuah, buah yang dihasilkan lama kelamaan akan menurun kualitasnya.

Saya ingat sekali jaman saya masih kecil buah ini menjadi buah yang dicari cari ibu saya ketika bepergian ke kota lain, karena di daerah saya cukup langka. Itupun tidak setiap waktu karena saat tidak musim buah ini juga jarang ditemukan. Selang beberapa tahun ketika saya kuliah di Jogja saya mulai sering melihat buah ini dijajakan di pinggiran malioboro. Tiap kali melihat buah srikaya saya ingat kalo itu termasuk buah kesukaan ibu saya.

Kini tanaman srikaya banyak tumbuh di halaman rumah saya. Saat pulang kampung seperti ini, saya bisa melihat buah srikaya bergelayut diantara cabang cabang tanaman srikaya. Kata ibu tanaman itu berasal dari biji biji srikaya dari buah yang dibeli di pasar (awalnya) dan sekarang telah berkembang menjadi beberapa tanaman yang tumbuh besar. Kata ibu ini kalau lagi rajin berbuah akan banyak sekali buahnya dan bisa lama periode berbuahnya. Saat buah telah habis dari cabang cabang tanaman akan segera mengeluarkan calon bunga tampa harus menunggu lama. Wahh...dapat ilmu lagi.

Saat ini di daerah saya sudah banyak yang memiliki tanaman srikaya. Padahal dulu cukup langka bahkan saya jarang mendengar ada yang punya tanaman ini di kampung saya. Apa karena dulu tidak banyak yang mengenal buah ini sehingga tak banyak orang mau menanamnya atau karena tanaman ini dulu sulit ditumbuhkan di tempat saya lalu sekarang cocok dan mudah beradaptasi di lingkungan tempat tinggal di kampung saya (semacam ada perbedaan iklim antara dulu dan sekarang)? Entahlah

Minggu, 01 Februari 2015

Pesona Zinnia



Inilah salah satu tanaman hias yang kini mulai banyak dicari, Zinnia. Tanaman yang satu ini dapat dijadikan bunga potong untuk menghias ruangan, untuk hantaran atau untuk dirangkai dalam bentuk karangan bunga yang biasa diperjualbelikan sebagai ucapan selamat. Warna warni bunga Zinnia dengan ragam tipe mahkota mulai dari mahkota tunggal, berlapis hingga tipe pom-pom yang indah membuat bunga ini cocok untuk dijadikan pajangan. Bunga Zinnia juga merupakan salah satu bunga yang tidak mudah layu sehingga menjadikannya sebagai bunga potong adalah pilihan yang jitu dalam mendekorasi ruangan.
  
Zinnia atau di Indonesia disebut bunga kertas memiliki beberapa macam spesies, salah satu spesies yang populer atau sering kita lihat tumbuh liar itu termasuk dalam kelompok Zinnia elegans yang juga disebut  Z. violacea. Bunga ini berasal dari Amerika selatan dan banyak varietas dari spesies ini tersebar di Mexico. Spesies lain dari zinnia yang cukup terkenal antara lain Z. angustifolia, Z. Grandiflora, Z. Peruviana atau Z. Bicolor.
 
Doc. Arrum: Bunga Ziinia (pengambilan gambar di taman Alun-alun Magelang)
Di Indonesia tanaman ini banyak tumbuh liar sebagai semak di daerah daerah yang tidak terawat seperti kebun, pinggiran sungai, pinggiran makam atau di pekarangan pekarangan. Tanaman ini tergolong tanaman semusim yang sekali berbunga setelah itu akan mati. Zinnia berkembangbiak dengan biji. Zinnia juga mudah sekali menyerbuk sendiri secara alami ataupun dengan bantuan serangga, sehingga cukup mudah menghasilkan biji sebagai alat perkembangbiakan.     

Biji-biji atau benih inilah yang kemudian diperjualbelikan dari daerah satu ke daerah lain. Adanya perdagangan benih ini turut andil dalam menyebarkan tanaman Zinnia dari daerah yang tadinya tidak ada menjadi ada. Daya adaptif yang kuat dengan syarat tumbuh yang mudah, kebutuhan pH normal dan kondisi iklim yang hangat menjadikan tanaman ini semakin populer di berbagai daerah seperti di Indonesia. Kebanyakan orang suka menanam Zinnia karena selain cantik bunganya juga mudah perawatan dan pertumbuhannya.
 
Doc. Arrum: Bunga Ziinia (pengambilan gambar di taman Alun-alun Magelang)
Kini tak jarang bunga Zinnia menghias taman-taman kota, halaman hotel, kebun wisata atau terpajang di ruang publik seperti restoran dan perkantoran. Selain itu, bunga potong Zinnia dapat dijadikan karangan untuk ucapan selamat, dekorasi untuk pesta pernikahan, atau untuk menghias hantaran dan parcel-parcel. Mesti bunga ini tidak menimbulkan keharuman tapi tetap dapat dinikmati keindahan bentuk dan warnanya. Tak heran nama Zinnia semakin populer karena kecantikannya.

Sabtu, 31 Januari 2015

Pojok alun-alun Magelang: dari Tembelekan hingga Mexican Petunia



Sabtu pagi adalah saat paling pas untuk melepas penat dengan jalan-jalan sekedar cuci mata. Bila kata orang sabtu itu adalah hari bermalas-malasan maka tidak bagi saya. Karena hanya di hari Sabtulah saya bisa merayu suami untuk mengajaknya keluar rumah tentunya untuk menyenangkan hati anak kami. Maklum suami saya harus bekerja tiap Senin hingga Jumat jadi hanya ada waktu senggang di hari Sabtu atau Minggu. Tapi hari Minggu saya lebih senang di rumah, terbiasa dari sejak dulu saat masih bekerja, hari Minggu dipersiapkan untuk istirahat agar hari Senin bisa semangat bekerja. Kini setelah tidak bekerjapun terbiasa begitu. Kalau jalan-jalan diluangkan di hari Sabtu sehingga hari Minggu bisa digunakan untuk menemani suami istirahat di rumah.

Singkat cerita kali ini kami mengisi Sabtu pagi dengan berjalan-jalan ke alun-alun Magelang. Selain buat menyenangkan si buah hati kami sebenarnya juga bermaksud untuk sedikit berolahraga jalan kaki mengitari alun-alun. Biasanya di hari Sabtu cukup banyak orang berjalan kaki santai untuk sedikit meregangkan otot atau olahraga ringan, tapi di hari Minggu jauh lebih ramai karena di sekitar jalan alun-alun tersebut setiap Minggu pagi dipakai untuk car free day.

Baru kali ini saya menyadari ternyata alun-alun Magelang cukup menarik untuk dijadikan tempat refreshing ringan. Selain bisa berolah raga jalan kaki, kita juga bisa menikmati jajanan tradisional yang murah meriah di deretan utara alun-alun. Bakso, soto, batagor, gudeg, siomai, es dawet, sup buah sampai kue leker pun dijajakan di tenda-tenda pedagang kaki lima di sana. Tak hanya itu, alun-alun Magelang ternyata kalau diperhatikan juga memiliki panorama yang lumayan menarik, bersih dan sejuk di pagi hari. Dan saat panas melanda di siang hari pun kita masih bisa menikmati kesejukan di bawah pohon-pohon yang rindang di sisi selatan alun-alun. Ada tempat duduk yang disediakan untuk berteduh di bawah pohon. Dari tempat duduk itulah kemudian perhatian saya tertuju pada suatu hal. Yaitu suatu taman mungil di sisi selatan alun-alun bagian timur. Disana saya melihat beberapa macam bunga-bunga khas taman yang ditata cukup rapi. Saat ini bunga-bunga itu sedang bermekaran. Entah sejak kapan, padahal saya sebenarnya cukup sering lewat daerah ini, tapi biasanya tidak terlalu memperhatikan. 
Doc. Arrum
Doc. Arrum
Pertama yang saya lihat di taman tersebut adalah bunga kertas atau  dikenal dengan istilah keren Zinnia. Bunga ini pas banyak-banyaknya mekar, ada yang putih, merah, pink dan jingga. Saya baru menyadari ternyata bunga kertas ini bagus juga kalau ditata dengan rapi. Sebelumnya atau dulu jaman saya masih kecil, bunga kertas ini sering saya jumpai tumbuh liar begitu saja. Kalau di kampung saya bunga ini banyak tumbuh di sekitar makam, kebun-kebun yang tidak terawat, pinggir jalan, pinggiran sungai  atau di pekarangan-pekarangan rumah. Agaknya jaman saya masih kecil bunga ini tidaklah tergolong sebagai bunga yang populer. Malah bunga yang biasa tumbuh liar ini dikategorikan dalam kelas paling bawah dan seringnya malah dipakai untuk mainan anak-anak. Tak taunya jaman sekarang bunga ini justru cukup populer hingga menjadi komoditas yang bisa diperjualbelikan, mungkin karena menyandang nama yang lumayan keren “Zinnia”.

Selaian Zinnia ada lagi bunga yang tak kalah menarik perhatian saya, yaitu bunga lilin. Bunga lilin atau sitilah ilmiahnya Pachystachys lutea ini juga turut menghias taman mungil di alun-alun Magelang. Bunga dengan warna kuning ini juga sudah lama saya kenal. Beda halnya dengan Zinnia, kalau di kampung saya dulu bunga lilin menjadi bunga cukup favorit untuk ditaruh di depan rumah. Beberapa tetangga saya memang ada yang sengaja mempercantik halaman rumahnya dengan menanam bunga lilin. Tapi kalau sekarang saya pulang kampung, agaknya saya sudah kesulitan menemukan bunga ini. Orang-orang jaman sekarang lebih senang menghiasi halaman rumah dengan tanaman tanaman yang pernah bergengsi dengan harga mencekik leher macam Jemani, Gelombang Cinta atau Aglaonema ketimbang memilih menanam bunga-bunga yang cantik layaknya bunga lilin. Endingnya, bunga lilin kini tergeser dalam golongan tanaman hias kelas soil cover yang biasa ditebar di taman-taman outdoor yang tidak banyak membutuhkan perawatan khusus.  

Di tanam mungil alun-alun magelang ini juga saya temukan bunga tembelekan. Tanaman semak ini banyak ragam warnanya dan jika berbunga bersamaan akan menampakkan kecantikan sebuah ruang. Bunga tembelekan dengan nama ilmiah Lantana camara ini memiliki ragam warna seperti putih, kuning, merah, ungu hingga jingga. Saya menemukan warna kuning, merang, jingga dan kuning di sana.

Ada lagi bunga yang sudah tidak asing lagi, yaitu bunga kuning nan mungil yang dikenal dengan kacang hias atau dalam bahasa Jawa disebut landep dan bernama ilmiah Arachis pintoi. Tanaman ini memang biasa difungsikan sebagai cover crop, yang selain berguna untuk melindungi kelembaban tanah, tanaman golongan kacang kacangan ini dapat menyuburkan tanah sekaligus mempercantik permukaan tanah.

Dan yang lebih menarik lagi adalah kehadiran bunga terompet ungu yang bermekaran dari setiap pokok tanaman. Cantik sekali. Adalah bunga Ruellia petunia atau dikenal dengan sebutan Mexican Petunia dan dalam bahasa Inggris biasa disebut dengan nama Ruellias. Bunga ini bukanlah golongan bunga petunia yang biasa kita kenal itu, namun bunga ini adalah bunga yang sekerabat dekat dengan Ruellia wild. Orang menyebutnya Mexican petunia karena bunga ini konon berasal dari daratan Mexico dan sekarang sudah banyak tersebar dipenjuru dunia termasuk Indonesia.

Adanya bunga-bunga ini mampu menambah semarak suasana kesejukan pagi tatkala saya berada di sekitarnya. Nyatanya saya terpesona karena bunga bunga ini bermekaran bersamaan. Tapi yang paling tragis adalah ketika saya baru menyadari adanya keindahan ini di sana, meski sudah beberapa kali kesana sejak saya tinggal dimagelang sekitar setahun lalu. Tak taunya memang pesona kecantikan di kota sejuta bunga ini nyata adanya.  

Latepost...

Kamis, 29 Januari 2015

Sprouting Seed



Sprouting seed, adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan atau menjelaskan suatu keadaan bahwa benih (berupa biji) telah pengalami pertumbuhan awal menjadi tanaman muda. Dalam bahasa Indonesia "sprout" berarti kecambah, sedangkan "sprouting" diterjemahkan menjadi “tumbuh” atau dalam bahasa Jawa berarti “tukul”. Maka sprouting seed dapat diartikan menjadi benih (biji) yang tumbuh. Batasan kata sprout sendiri mengacu pada keadaan biji mulai dari pecahnya biji dan keluar calon akar (radikula/radicle) hingga menjadi tanaman muda dengan pertumbuhan daun lembaga (kotiledon) dan berakhir pada fase pertumbuhan tunas (berupa batang primer dan atau tunas daun) yang muncul di antara daun lembaga (pada dikotil). Dengan munculnya tunas tersebut maka miniatur tanaman ini tidak lagi disebut sprout (kecambah) tetapi disebut dengan bibit.

Istilah sprout sendiri sebelumnya jarang digunakan di bidang pertanian. Saya sering mendengar istilah ini malah dari forum-forum bertema pertanian dalam media sosial. Saat saya masih belajar di pertanian, istilah ini pun jarang terdengar (dulu, entah kalau sekarang). Untuk menggambarkan  kondisi seperti penjelasan di atas, dalam ranah akademik biasa dikenal dengan istilah germinasi. Germinasi sendiri berasal dari istilah bahasa Inggris “germinate” yang artinya “berkecambah” atau “mulai tumbuh”. Germinasi juga digunakan untuk menggambarkan istilah “germination” yang artinya “pengecambahan” atau bisa diartikan sebagai upaya untuk menumbuhkan benih menjadi tanaman baru. Dalam lingkup yang lebih spesifik (misalnya orang-orang yang berkecimpung di bidang perbenihan), istilah germinasi biasa digunakan untuk menggambarkan daya tumbuh atau daya kecambah benih dalam suatu lot (kumpulan benih). Istilah “daya tumbuh” yang biasanya diuji melalui kemampuan benih untuk berkecambah ini digunakan untuk menggambarkan persentase benih yang berkecambah dalam suatu kumpulan benih.

Baik istilah “sprout” maupun “germinasi” sebenarnya bisa digunakan untuk menggambarkan suatu hal yang sama yaitu kondisi benih berkecambah, walaupun esensinya berbeda yang mana “sprout” menggambarkan kondisi benih berkecambah tanpa memperhitungkan jumlah/persentase perkecambahannya, sedangkan “germinasi” menggambarkan kondisi benih berkecambah dengan memperhitungkan persentase benih berkecambah pada sejumlah benih. Oleh karena itu, dalam bidang perbenihan istilah “sprout” memang tidak biasa digunakan, karena istilah ini kurang mewakili untuk membahasakan perkecambahan benih kaitannya dengan besaran daya tumbuh benih.

Menurut standar pengujian benih, kecambah benih dapat digolongkan menjadi kecambah normal dan abnormal. Yang mana, banyaknya kecambah normal dapat merepresentasikan daya tumbuh suatu kumpulan benih, sedangkan kecambah abnormal sebaliknya. Dalam kenyataan di lapangan kecambah normal dapat digunakan sebagai bibit tanaman sedangkan kecambah abnormal dapat disisihkan dan dibuang.
 
Gambar Tipe Perkecambahan
Sebelum mengakhiri tulisan ini saya akan meringkaskan kriteria kecambah benih (sprout seed) normal dan abnormal sebagai berikut:

Kriteria kecambah normal

  1. Kecambah utuh, yaitu kecambah dengan semua bagian-bagiannya berkembang baik, lengkap (proporsional) dan sehat 
  2. Kecambah dengan cacat ringan pada struktur/bagian pokoknya, tapi bagian lainnya menunjukkan perkembangan normal seperti perkembangan kecambah utuh 
  3. Kecambah point 1 & 2 dengan infeksi sekunder, yaitu kecambah yang terinfeksi oleh cendawan/bakteri dari sumber lain, selain benih inang/benih itu sendiri

Kriteria kecambah abnormal

  1. Kecambah rusak, yaitu kecambah yang struktur/bagian pokoknya hilang/rusak parah 
  2. Kecambah dengan struktur/bagian pokok berubah bentuk/tidak proporsioinal, pertumbuhan lemah/mengalami gangguan fisiologis (misal etiolasi)
  3. Kecambah busuk, salah satu struktur pokok/utama terkena penyakit/busuk akibat infeksi primer (infeksi oleh patogen yang terinfestasi dalam benih) sehingga menghambat pertumbuhan normal

Minggu, 18 Januari 2015

Image: Gejala Awal Serangan Kutu Daun pada Tomat

Dok. Arrum: gejala awal serangan kutu daun pada tanaman tomat


Gejala khas pada tanaman tomat yang terserang oleh kutu daun (Myzus persiceae), daun tampak menggulung pada awal gejala adanya serangan kutu tersebut. Gejala awal ini merupakan akibat langsung yang ditimbulkan oleh aktifitas kutu daun dalam menghisap cairan dari sel sel daun tanaman tomat. Gejala lebih lanjut, daun mengeriting dan mulai mengerdil yang berarti menandakan sudah ada infeksi virus yang dibawa oleh kutu daun. Lama kelamaan daun akan menguning (klorosis) dan akhirnya mati. 

------------------------------------------------------------------------------
Laman ini dipublikasikan oleh Agro Line
Agro Line: Menyediakan benih tanaman hortikultura yang bisa dilihat di laman berikut 
 

Galeri

Galeri
Eastern Rise (F1-Hybrid produk PT Known You Seed)