Menyukai tanaman, bisa menjadi terapi terbaik saat tubuh dan
pikiran mengalami stress oleh aktivitas harian yang padat, monoton, sekaligus
membosankan. Saya sendiri sudah membuktikan beberapa hari terakhir, saat saya
pulang ke rumah dalam rangka liburan. Di sinilah, di rumah ibu saya, saya bisa
menjumpai koleksi tanaman-tanaman milik ibu yang sebenarnya tidak begitu wah,
tidak begitu mahal, dan sudah umum di pasaran. Bahkan banyak tanaman yang ada
di sini juga dimiliki oleh banyak orang di luar sana, mungkin Anda salah
satunya.
Artinya, tidak ada tanaman spesial yang langka dan mahal
yang ada di sini. Kalo yang saya lihat mungkin hanya gelombang cinta yang dulu
pernah bernilai jutaan rupian yang mungkin bisa dibilang mahal. Ah tapi
sekarang anthurium macam gelombang cinta ini sudah murah. Hampir tiap kali saya
bertamu ke rumah teman selalu ada tanaman ini. It means, gelombang cinta sudah
tidak istimewa lagi. Eh, yang punya ibu kayaknya dulu juga saya yang beli. Dan sekarang
sudah gede. Hhheeeewww!
Jadi, ceritanya liburan kali ini saya benar-benar bisa
merasakan kembali hawa sejuk di rumah, dengan berbagai macam tanaman yang
sederhana, yang tetap bisa menghijaukan hati dan pikiran, dan bisa membuka mata
saya bahwa saya masih dikaruniai kesempatan untuk menikmati ciptaan Tuhan yang
Mahasempurna ini. Itu benar-benar saya rasakan karena saya punya pembanding, di
mana selama ini saya tinggal di suatu tempat, dengan halaman mungil, dan
kebetulan hak kelolanya bukan milik saya sepenuhnya sehingga saya tidak bisa
apa-apa atas halaman itu. Yang intinya halaman itu tidak bisa saya apa-apain,
tidak bisa saya tanam-tanami tanaman yang bisa sekedar menghijaukan rumah. Bukan
apa-apa, cuma takut salah saja. Jadilah halaman tempat tinggal saya cuma ada
palem botol, rambutan, beringin sama kedondong peninggalan yang punya rumah
kontrakan yang sering saya lihat antara hidup segan mati tak mau. Dan jadilah
saya tidak bisa menikmati hawa sejuk di tempat perantauan saya itu. Maksud
saya, kurang sejuk, tidak seperti yang saya inginkan.
Di antara beberapa tanaman yang ada di rumah, ada yang
namanya Eucharis. Ini sebenarnya sudah lama ada di rumah. Sering lihat dia
berbunga. Tapi sering tidak saya gagas selama ini. Maksud saya sering saya
abaikan keberadaannya. Ya, itu karena kemarin-kemarin saya punya kesibukan
tingkat dewa, jadi karyawan sekaligus ibu rumah tangga yang banyak kegiatan dan
banyak pikiran, jadi yang sejuk-sejuk di mata macam ini secara tidak sengaja
tidak sempat mampir di pikiran atau bahkan pandangan saya. Dan ketika sekarang
saya sudah tidak terlalu sibuk, keberadaan si Eucharis di rumah jadi sedikit
mengundang perhatian saya. Kebetulan sekali
pas dia berbunga. Pikiran saya serta merta langsung tertuju pada guru multiinformasi
saya di internet – yes, beliau yang bernama Google. Saya langsung kepoin guru
saya itu agar beliaunya mau membocorkan informasi tentang Eucharis candida saya. Hasilnya?
Sejauh ini Eucharis hanya dimanfaatkan sebagai tanaman hias.
Bisa dinikmati dalam pot maupun sebagai karangan bunga. Salah satu anggota dari
family Amaryllidaceae ini memiliki ciri panjang daun bervariasi mencapai 55 cm
dan lebar bervariasi hingga 20 cm. Bunga dengan tangkai yang panjang (bisa
mencapai 80 cm dari bulb) seperti tanaman amarilis lainnya muncul menyerupai
umbel (payung) dengan ruas-ruas/tangkai pendek sekitar 8 sampai 10 bunga.
Bunga-bunga itu mekar satu persatu dan tiap bunga bertahan hingga 3 sampai 4
hari. Bunga memiliki kelopak yang besar berwarna putih dan memiliki mahkota di
tengah berbentuk cup berwarna hijau. Putik berada di tengah sementara benang
sari keluar dari ujuang mahkota sebanyak 6 tangkai sari dengan polen berwarna
putih dan berubah menjadi keabu-abuan setelah masak. Eucharis ini bisa diperbanyak
dengan umbi dengan cara seperti menanam bawang merah.
Nah, setelah kepo-kepo dikit ke guru privat online saya,
waktunya saya aplot coretan-coretan saya itu di sini. Biar gak ilang dan bisa
dibaca-baca ulang kapan saja dan di mana saja. Oke?
Gitu aja! Trims ya, udah baca…
Eucharis candida |