Jumat, 29 Mei 2015

MINI STROBI

Aktifitas bergaul dengan tanaman tanaman semakin asyik saja saya rasakan. Akhir akhir ini saya menikmati pagi dengan mondar mandir menengok bayi bayi strawberry yang lebih dari sebulan lalu saya semai. Orang lain pada umumnya menyibukkan diri dengan mengeja koran pagi sembari menyeruput teh hangat ketika matahari menyingsing. Berhubung saya tak pernah langganan koran pagi jadi saya harus mencari kesibukan lain yang tak kalah menarik dari orang lain pada umumnya. Alhasil tanaman tanaman itulah yang menjadi teman ngobrol saya di sela sela aktifitas lain di pagi hari. Selain berolahraga mata aktifitas saya yang satu ini juga bermanfaat dalam menyegarkan ingatan akan beberapa ilmu yang pernah saya dapatkan. Biar tak mudah lupa bagaiamana merawat tanaman tentunya.

Pagi ini saya menyambangi lagi beberapa bayi strawberry yang kini berumur 41 harian. Rasa senang dan bangga tidak bisa membohongi perasaan saya. Betul, saya senang bukan main melihat kehidupan lain di sekitaran saya. Yang lebih membanggakan lagi karena saya turut andil membantu perjalanan kehidupannya. Ini adalah kali pertama saya menanam strawberry dari biji.

Saya melihat langsung bagaimana proses mereka berjuang menaklukkan alam untuk menumbuhkan bagian demi bagian tubuhnya. Suatu kerhormatan tak terkira buat saya. Ibarat seorang ibu sedang mendampingi anak perempuannya melahirkan anak pertama. Haru, tegang, senang dan bangga campur aduk jadi satu kayak adonan bakwan (heh). Saya pun merasa demikian (lebay).

Pangkal dari perjalanan ini dimulai sekitar pertengahan bulan lalu. Bulan 4 dimana saya mendapatkan kado ulang tahun dari suami saya berupa 2 pack benih jebolan PT. Known You Seed (biasanya dia ngasih berpack pack benih untuk saya jual lagi, jadi ini kado atau apa sih, gak niat banget). Satu diantara dua pack benih itu adalah benih strawberry dan yang lain adalah benih asparagus.

Sebagai ucapan terimakasih sekaligus tanda sayang saya pada suami, saya segera menyemai benih benih tersebut dalam limbah gelas aq*a. Pikir saya, segera memanfaatkan (dalam kerangkan positif) sebuah pemberian akan lebih cepat menambahkan pundi pundi pahala bagi si pemberi (halah, ini mungkin cuma pikiran tolol saya). Jadilah saya secepat mungkin beraksi dengan menata bekas gelas aq*a tersebut dalam nampan tua yang saya ambil di dapur. Pada setiap gelas, saya tuangi dengan beberapa sendok arang sekam yang dicampur dengan remukan akar pakis. Seketika saya merasa berada pada tahun 1990, dimana saya sedang berjongkok di halaman rumah dan bermain masak masak dengan anak anak tetangga saya. Tanah, batang pohon pisang, sulur benalu, juga daun kembang sepatu pura pura saya jadikan bahan masak masakan. Duh sekarang kemana ya teman teman saya itu. Miss you all…

Selapas berkutat dengan momentum drama masak masak itu saya kembali merapikan gelas gelas aq*a yang telah diisi dengan media arang sekam dan akar pakis. Media harus dibasahi dulu hingga jenuh dengan air bersih. Saya memastikan agar media basah kuyup kayak tikus kecemplung kolam tetangga (habis lah kau). Barulah saya teruskan mengisi sebutir biji strawberry pada masing masing gelas aq*ua. Lalu, kembali saya ulangi adegan mengguyur media dalam gelas aq*a hingga basah kuyup.

Berhari hari saya menunggu benih benih dalam limbah gelas plastik itu memunculkan tanda tanda kehidupan. Hampir setiap hari saya menengok barang semenit atau sepuluh menit untuk memastikan keajaiban yang saya nantikan. Bertubi tubi doa saya panjatkan, beribu ribu support saya bagikan agar benih benih itu mau tumbuh dan menjadi anak adopsi saya. Saya merengek pada Tuhan, membanjiri doa doa saya dengan air mata, semata mata agar keinginan saya terkabul. Tak lain tak bukan agar ditumbuhkanlah bayi bayi strawberry mungil dari limbah gelas plastik saya.

Bak gurun pasir kering yang akhirnya diterpa hujan, saya senang sekali saat penantian saya terbayar dengan rasa puas ketika ekor mungil tampak keluar menembus dinding kulit si benih. Rasa haru campur rasa girang tak terelakkan. “Ekor keluar…ekor keluar” teriak saya sambil melonjak lonjak, tapi langsung saya tutup mulut dengan tepukan kedua telapak tangan, melirik tetangga barangkali ada yang khilaf melihat adegan itu. Buru buru saya taburi ekor ekor benih yang menyebul ke permukaan media dengan sedikit arang sekam. Saya biarkan mereka bersembunyi untuk sementara waktu. Tak lupa saya berikan siraman air sedikit demi sedikit agar kebutuhan jasmani dan rohani mereka terpenuhi.

Beberapa hari setelahnya, benih strawberry itu resmi tumbuh menjadi bayi strawberry yang mungil. Ekor yang sebelumnya menyembul dari sisi dinding kulit kini berubah menjadi akar. Sungut sungut yang keluar dari pangkal ekor berubah menjadi tunas baru. Dua daun semu muncul di ujung tunas itu. Saya makin girang lantas membawa nampan tua yang berisi limbah gelas plastik dengan bayi bayi straberry itu ke tembok pagar di luar rumah. Saya biarkan mereka berjemur sambil menikmati alunan angin yang bernyanyi di antara laimbaian daun nyiur di kebun tentangga.

Kurang lebih seminggu setelah bayi bayi itu resmi lahir saya mulai membuat hajatan kecil kecilan dengan menyematkan nama bagi mereka, MINI STROBI. Ya, saya suka nama itu. Hari itu sekaligus ditandai oleh munculnya salah satu daun sejati diantara dua daun semu yang lebih dulu muncul. Sebagai hadiahnya, saya mulai memberinya jus AB mix low ppm (saya pinjam dari bahasa planet agromania). Dan belasan mini strobi dari 28 benih yang saya tumbuhkan tampak berjajar rapi menanti suapan jus dari saya. Bangganya…

Hari demi hari berlalu. Bayi mini strobi mulai tumbuh degan aktifnya. Beberapa daun sejati dengan jari jari yang meruncing kian lincah menari nari saat diterpa angin. Tangkai jari jari tangan mini strobi memanjang berwarna merah cerah, menambah semarak berpadu dengan hijaunya daun yang menjari itu. Mereka tampak sehat wal afiat, pikir saya.

Tapi, seiring dengan tingkat kedewasaannya, bayi bayi itu mulai memunculkan daya pikat yang dahsyat. Berulangkali tentara tentara bersayap datang berkunjung. Mereka merayu bayi bayi strobi saya untuk dijadikan putri kerajaan di istana mereka. Beberapa daun luluh dan ikut bersama tentara tetara bersayap itu, tanpa mereka tau bahwa sebenarnya mereka tak akan pernah dijadikan putri kerajaan melainkan menjadi santapan makan siang para tentara bersayap. Saya terlambat menyelamatkan mereka.

Saya terpaku, meratapi kesedihan. Nasi telah menjadi ubur ubur, eh bubur ding. Dan bubur pun tak lagi memukau di lidah. Pahit. Sama pahitnya dengan kenyataan yang saya alami saat ini. Kini belasan strobi itu telah menyusut menjadi delapan batang saja. Saya dekati mereka. Saya tatapi lekat lekat. Bicara pada mereka dari hati ke hati, apa yang bisa saya lakukan untuk membuat mereka hidup tenang dan nyaman hingga mereka benar benar dewasa dan bisa hidup meliar di sengitnya persaingan belantara ini. Yang saat itu bisa saya lepaskan dan hidup mandiri dengan beranak pinak, dengan bersanak saudara atau dengan berhandai taulan.

“Sayangku, manisku, mini strobiku, baik baiklah di peraduanmu. Aku akan bantu sekuat tenaga untuk menjauhkanmu dari pasukan tentara bersayap. Kamu harus survive, kamu harus tangguh dan kuat, hingga kamu buahkan butir butir strawberry yang merah merona suatu saat nanti. I love you all…”

Mereka berkedip…(eh, mata saya ding yang kelilipan) keh keh keh…
           
DOK. ARRUM


   


Galeri

Galeri
Eastern Rise (F1-Hybrid produk PT Known You Seed)